Muqaddimah Tafsir Ibnu Katsir
Abu Bakar bin al-Anbari meriwayatkan dari Qatadah, ia menuturkan, surat-surat dalam al-Qur’an yang turun di Madinah adalah surat al-Baqarah, Ali ‘Imraan, an-Nisaa’, al-Maa-idah, al-Baraa-ah, ar-Ra’du, an-Nahl, al-Hajj, an-Nuur, al-Ahzab, Muhammad, al-Hujuraat, ar-Rahman, al-Hadid, al-Mujaadilah, al-Hasyr, al-Mumtahanah, ash-Shaff, al-Jumu’ah, al-Munaafiquun, at-Taghaabun, ath-Thalaq dan ayat “Yaa ayyuhan nabiyyu lima tuharrimuu” sampai pada ayat kesepuluh, az-Zalzalah, dan an-Nashr. Semua surat di atas diturunkan di Madinah, dan surat-surat yang lain diturunkan di Makkah.
Jumlah ayat di dalam al-Qur’an ada 6000 ayat. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah yang lebih dari 6000 tersebut. Ada yang menyatakan tidak lebih dari 6000 tersebut. Abu Amr al-Dani dalam kitabnya al-Bayan menyatakan 6236 ayat.
Mengenai jumlah kata, menurut al-Fadl bin Syadzan dari Atha’ bin Yasar sebanyak 77.439 kata. Sedangkan mengenai hurufnya, Salam Abu Muhammad al-Hamami mengatakan, al-Hajjaj bin Yusuf pernah mengumpulkan para qurra’ (ahli bacaan al-Qur’an), huffadz (para penghafal al-Qur’an), dan kuttab (para penulis al-Qur’an), lalu ia mengatakan: “Beritahukan kepadaku mengenai al-Qur’an secara keseluruhan, berapa hurufnya?” Setelah dihitung, mereka sepakat bahwa jumlahnya 340.740 huruf. Kemudian Hajjaj mengatakan: “Sekarang beritahukan kepadaku mengenai pertengahan al-Qur’an.” Dan ternyata pertengahan al-Qur’an adalah huruf “fa’” dalam kalimat “walyatalaththaf” pada surah al-Kahfi.
Para ulama berbeda pendapat mengenai arti kata surat, dari kata apa ia diambil? Ada yang berpendapat bahwa kata “assuuratun” itu berasal dari kata “al-ibaanatun” (kejelasan) dan “al-irtifaa’” (ketinggian). Seorang penyair, an-Nabighah, mengatakan: “Tidakkah engkau mengetahui, bahwa Allah telah memberimu kedudukan yang tinggi. Yang engkau melihat setiap raja yang lebih rendah darinya merasa bimbang.”
Dengannya pembaca berpindah dari satu tingkatan ke tingkatan lainnya. Ada yang mengatakan, karena kemuliaan dan ketinggiannya laksana pagar negeri. Ada juga yang mengatakan, disebut surat karena ia potongan dan bagian dari al-Qur’an yang berasal dari kata “asaarul-inaa-‘i” yang berarti sisa. Berdasarkan ini, maka kata yang asal huruf wawu adalah hamzah, kemudian hamzah tersebut diganti menjadi wawu karena huruf sebelumnya berdlamah untuk memperingan bacaan. Ada juga yang mengatakan, disebut surat karena kelengkapan dan kesempurnaannya, karena bangsa Arab menyebut unta yang sempurna dengan surat. Menurut Ibnu Katsir, boleh juga berasal dari rangkuman dan liputan terhadap ayat-ayat yang dikandungnya, seperti halnya pagar negeri disebut demikian karena meliputi rumah dan tempat tinggal penduduknya.
Jama’ “assuuratun” adalah “suwarun”. Ada juga yang menjamaknya dengan kata “suuraatun” dan “suwaraatun”. Sedangkan ayat merupakan tanda pemutus kalimat sebelumnya dengan sesudahnya, artinya terpisah dan tersendiri dari lainnya. Allah berfirman: inna aayata mulkihi (“Sesungguhnya ayat [tanda] kekuasaan-Nya.”)(al-Baqarah: 248)
An-Nabighah berkata: “Aku membayangkan ciri-cirinya, maka akupun mengenalnya. Setelah berlalu enam tahun dan sekarang yang ketujuh.”
Ada juga yang menyatakan, disebut ayat karena ia merupakan kumpulan dan kelompok huruf-huruf al-Qur’an. Sebagaimana dikatakan, mereka keluar dengan ayatnya, yaitu dengan kelompoknya.
Seorang penyair mengatakan: “Kami keluar dari Naqbain, tiada kampung seperti kami. Dengan membawa serta kelompok kami, kami menggiring ternak unta.”
Ada juga yang menyatakan, disebut “aayatun” karena ia merupakan suatu keajaiban yang tak sanggup manusia berbicara sepertinya. Sibawaih mengatakan, kata itu berasal dari kata “ayayatun” seperti “akamatun” dan “syajaratun” lalu huruf “ya” yang satu berubah menjadi “alif” sehingga menjadi “aayatun” jamaknya adalah “aayun” atau “aayaabun”
Sedangkan yang dimaksud kalimat (kata) itu adalah satu lafazh saja, tetapi bisa juga terdiri dari dua huruf, misalnya “maa”, “yaa” dan lain sebagainya. Atau bahkan lebih dari dua huruf, dan paling banyak adalah sepuluh huruf, misalnya “fa-asqainaa kumuuhu”. Dan terkadang satu kalimat menjadi ayat. Abu Amr ad-Dani mengatakan, aku tidak mengetahui satu kalimat yang merupakan satu ayat kecuali firman Allah: “mudhaammataani” yang terdapat dalam surat ar-Rahman.
Al-Qurthubi mengatakan: “Para ulama sepakat bahwa di dalam al-Qur’an tidak terdapat satupun susunan kata yang a’jamiy (non Arab). Dan mereka sepakat bahwa di dalam al-Qur’an itu terdapat beberapa nama asing (non Arab) misalnya lafazh Ibrahim.”
Tafsir Surat Al Fatihah Ibnu Katsir
No comments:
Post a Comment