Tafsir Ibnu Katsir Surat AL Fatihah Ayat 4
"Maaliki yaumiddiin" (Yang menguasai hari pembalasan)
Sebagian qurra’ membaca: maliki yaumiddiin (dengan meniadakan alif setelah huruf mim). Sementara sebagian qurra’ lainnya membacanya dengan menggunakan alif setelah mim menjadi “maaliki”. Kedua bacaan itu benar, (dan) mutawathir dalam Qiraat Sab’ah.
Pengkhususan kerajaan pada hari pembalasan tersebut tidak menafikan kekuasaan Allah atas kerajaan yang lain (kerajaan dunia), karena telah disampaikan sebelumnya bahwa Dia adalah Rabb semesta alam. Dan kekuasaan-Nya itu bersifat umum di dunia maupun di akhirat. Ditambahkannya kata “yaumiddiin” (hari pembalasan), karena hari itu tidak ada seorangpun yang dapat mengaku-aku sesuatu yang tidak juga dapat berbicara kecuali dengan seizin-Nya. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Pada hari ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Rabb yang Maha Pemurah, dan ia mengucapkan kata yang benar.” (an-Naba’: 38)
Hari pembalasan berarti hari perhitungan bagi semua makhluk, disebut juga hari kiamat. Mereka diberi balasan sesuai dengan amalnya. Jika amalnya baik maka balasannya baik pula. Jika amalnya buruk, maka balasannya pun buruk kecuali bagi orang yang diampuni.
Pada hakikatnya, “almaliku” adalah nama Allah swt. sebagaimana firman-Nya: Huwallaahul ladzii laa ilaaha illaa huwal malikul qudduusus salaamu (“Dialah Allah yang tiada Ilah [yang berhak diibadahi] selain Dia, Raja, yang Maha Suci, lagi Maha Sejahtera.”) (al-Hasyr: 23)
Dalam kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim, diriwayatkan sebuah hadits marfu’ dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Julukan yang paling hina di sisi Allah adalah seseorang yang menjuluki dirinya Malikul Amlak [Raja Diraja]. [Karena] tidak ada Malik [raja] yang sebenarnya kecuali Allah.”
Dalam kitab yang sama juga dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda: “Allah [pada hari kiamat] akan menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan-Nya, lalu berfirman: ‘Aku Raja [sebenarnya], dimanakah raja-raja bumi, dimanakah mereka yang merasa perkasa, dan dimanakah orang-orang yang sombong?”
Sedangkan di dalam al-Qur’an disebutkan: limanil mulkul yauma lillaahil waahidil qahhaar (Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? Kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan) (al-Mu’min: 16)
Adapun penyebutan Malik (Raja) selain kepada-Nya di dunia hanyalah secara majaz (kiasan) belaka, tidak pada hakekatnya sebagaimana Allah pernah mengemukakan: innallaaha qad ba-‘atsa lakum thaaluuta malikan (“Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja bagi kalian.”)(al-Baqarah: 247)
Kata ad-Diin berarti pembalasan atau perhitungan. Allah berfirman: yauma-idziy yuwaffiihimullaahu diinahumul haqqa (“Pada hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya.”) (an-Nuur: 25)
Dia juga berfirman: a innaa lamadiinuun (“Apakah sesungguhnya kita benar-benar [akan dibangkitkan] untuk diberi pembalasan.”) (ash-Shaaffaat: 53)
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda: “Orang cerdik adalah yang mau mengoreksi dirinya dan berbuat untuk [kehidupan] setelah kematian.” Artinya, ia akan senantiasa menghitung-hitung dirinya, sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Umar bin al-Khaththab: “Hisablah [buatlah perhitungan untuk] diri kalian sendiri sebelum kalian dihisab, dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Dan bersiaplah untuk menghadapi hari yang besar, yakni hari diperlihatkannya [amal seseorang], sementara semua amal kalian tidak tersembunyi dari-Nya.”
Firman Allah: yauma-idzin tu’radluuna laa takhfaa minkum khaafiyatun (“Pada hari itu kalian dihadapkan [kepada Rabb kalian], tiada sesuatu pun dari keadaan kalian yang tersembunyi [bagi-nya].”) (al-Haaqqah: 18)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Fatihah Ayat 5
No comments:
Post a Comment